Sejarah
Tanah Luwu sudah berawal jauh sebelum masa pemerintahan Hindia Belanda
bermula. Sebelumnya Luwu telah menjadi sebuah kerajaan yang mewilayahi
Tanah Toraja (Makale, Rantepao) Sulawesi Selatan, Kolaka (Sulawesi
Tenggara) dan Poso (Sulawesi Tengah). Hal sejarah Luwu ini dikenal pula
dengan nama tanah Luwu yang dihubungkan dengan nama La Galigo dan
Sawerigading.Setelah
Belanda menundukkan Luwu, mematahkan perlawanan Luwu pada pendaratan
tentara Belanda yang di tantang oleh hulubalang Kerajaa Luwu Andi Tadda
bersama dengan laskarnya di Ponjalae pantai Palopo pada tahun 1905.
Belanda selanjutnya mebangun sarana dan prasarana untuk memenuhi
keperluan pemerintah penjajah di seluruh wilayah kerajaan Luwu mulai
dari Selatan, Pitumpanua ke Utara Poso. Dan dari Tenggara Kolaka
(Mengkongga) ke Barat Tator. Pada Pemerintahan Hindia Belanda, sistem
pemerintahan di Luwu dibagi atas dua tingkatan pemerintahan, yaitu:Pemerintahan tingkat tinggi dipegang langsung oleh Pihak Belanda.
Pemerintahan tingkat rendah dipegang oleh Pihak Swapraja. Dengan
terjadinya sistem pemerintahan dualisme dalam tata pemerintahan di Luwu
pada masa itu, pemerintahan tingkat tinggi dipegang oleh Hindia
Belanda, dan yang tingkat rendah dipegang oleh Swapraja tetapi tetap
masih diatur oleh Belanda, namun secara de jure Pemerintahan Swapraja
tetap ada. Menyusul setelah Belanda berkuasa penuh di Luwu, maka wilayah
Kerajaan Luwu mulai diperkecil, dan dipecah sesuai dengan kehendak dan
kepentingan Belanda, yaitu:Poso (yang masuk Sulawesi Tengah sekarang) yang semula termasuk daerah Kerajaan Luwu dipisahkan, dan dibentuk satu Afdeling. Distrik Pitumpanua (sekarang Kecamatan Pitumpanua dan Keera) dipisah dan dimasukkan kedalam wilayah kekuasaan Wajo. Kemudian dibentuk satu afdeling di Luwu yang dikepalai oleh seorang Asisten Residen yang berkedudukan di Palopo. Selanjutnya Afdeling Luwu dibagi menjadi 5 (lima) Onder Afdeling, yaitu:
Onder Afdeling Palopo, dengan ibukotanya Palopo.
Onder Afdeling Makale, dengan ibukotanya Makale.
Onder Afdeling Masamba, dengan ibukotanya Masamba.
Onder Afdeling Malili, dengan ibukotanya Malili.
Onder Afdeling Mekongga, dengan ibukotanya Kolaka.
Selanjutnya
pada masa pendudukan tentara Dai Noppong, Pemerintah Jepang tidak
merubah sistem pemerintahan, yang diterapkan tentara Dai Noppon pada
masa berkuasa di Luwu (Tahun 1942), pada prinsipnya hanya meneruskan
sistem pemerintahan yang telah diterapkan oleh Belanda, hanya digantikan
oleh pembesar-pembesar Jepang. Kedudukan Datu Luwu dalam sistem
pemerintahan Sipil, sedangkan pemerintahan Militer dipegang oleh Pihak
Jepang. Dalam menjalankan Pemerintahan Sipil, Datu Luwu diberi
kebebasan, namun tetap diawasi secara ketat oleh pemerintahan Militer
Jepang yang sewaktu-waktu siap menghukum pejabat sipil yang tidak
menjalankan kehendak Jepang, dan yang menjadi pemerintahan sipil atau
Datu Luwu pada masa itu ialah ” Kambo Opu Tenrisompa” kemudian diganti
oleh putranya “Andi Jemma” .Pada
bulan April 1950 Andi Jemma dikukuhkan kembali kedudukannya sebagai
Datu/Pejuang Luwu dengan wilayah seperti sediakala. Afdeling luwu
meliputi lima onder Afdeling Palopo:
Masamba,Malili,Tanatoraja atau Makale,Rantepao dan Kolaka.
Tahun
1953 Andi Jemma Datu Luwu diangkat menjadi Penasehat Gubernur Sulawesi,
waktu itu Sudiro. Ketika Luwu dijadikan Pemerintahan Swapraja, Andi
Jemma diangkat sebagai Kepala Swapraja Luwu, pada tahun 1957 hingga
1960.Atas
jasa-jasan beliau terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia, Andi Jemma
telah dianugerahi Bintang Gerilya tertanggal 10 November 1958, Nomor
36.822 yang ditandatangani Presiden Soekarno.
Pada masa periode
kepemimpinan Andi Jemma sebagai Raja atau Datu Luwu terakhir, sekaligus
menandai berakhirnya sistem pemerintahan Swatantra (Desentralisasi).
Belasan tanda jasa kenegaraan Tingkat Nasional telah diberikan kepada
Andi Jemma sebelum beliau wafat tanggal 23 Februari 1965 di Kota
Makassar. Presiden Soekarno memerintahkan agar Datu Luwu dimakamkan
secara Kenegaraan di ‘Taman Makam Pahlawan’ Panaikang Makassar, yang
dipimpin langsung oleh Panglima Kodam Hasanuddin.Selanjutnya
pada masa setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, secara otomatis Kerajaan
Luwu berintegrasi masuk ke dalam Negara Republik Indonesia. Hal itu
ditandai dengan adanya pernyataan Raja Luwu pada masa itu Andi Jemma
yang antara lain menyatakan “Kerajaan Luwu adalah bagian dari Wilayah
Kesatuan Republik Indonesia”.Pemerintah
Pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.34/1952 tentang Pembubaran
Daerah Sulawesi Selatan bentukan Belanda/Jepang termasuk Daerah yang
berstatus Kerajaan. Peraturan Pemerintah No.56/1951 tentang Pembentukan
Gabungan Sulawesi Selatan. Dengan demikian daerah gabungan tersebut
dibubarkan dan wilayahnya dibagi menjadi 7 tujuh daerah swatantra. Satu
di antaranya adalah daerah Swatantra Luwu yang mewilayahi seluruh daerah
Luwu dan Tana Toraja dengan pusat Pemerintahan berada di kota Palopo.
Berselang
beberapa tahun kemudian, Pemerintah Pusat menetapkan beberapa
Undang-Undang Darurat, antara lain: - Undang-Undang Darurat No.2/1957
tentang Pembubaran Daerah Makassar, Jeneponto dan Takalar. -
Undang-Undang Darurat No. 3/1957 tentang Pembubaran Daerah Luwu dan
Pembentukan Bone, Wajo dan Soppeng. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang
Darurat No. 4/1957, maka Daerah Luwu menjadi daerah Swatantra dan
terpisah dengan Tana Toraja.Daerah Swatantra Luwu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Darurat No.3/1957 adalah meliputi:Kewedanaan Palopo Kewedanaan Masamba dan Kewedanaan Malili. Kemudian
pada tanggal 1 Maret 1960 ditetapkan PP Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Pembentukan Propinsi Administratif Sulawesi Selatan mempunyai 23 Daerah
Tingkat II, salah satu diantaranya adalah Daerah Tingkat II Luwu.Untuk
menciptakan keseragaman dan efisiensi struktur Pemerintahan Daerah,
maka berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
Sulawesi Selatan Tenggara No.1100/1961, dibentuk 16 Distrik di Daerah
Tingkat II Luwu, yaitu: - Wara - Larompong - Suli - Bajo - Bupon -
Bastem - Walenrang - Limbong - Sabbang - Malangke - Masamba - Bone-bone -
Wotu - Mangkutana - Malili - NuhaDengan
143 Desa gaya baru. Empat bulan kemudian, terbit SK Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara No.2067/1961 tanggal 18
Desember 1961 tentang Perubahan Status Distrik di Sulawesi Selatan
termasuk di Daerah Tingkat II Luwu menjadi kecamatan. Dengan berpedoman
pula pada SK tersebut, maka status Distrik di Daerah Tingkat II Luwu
berubah menjadi kecamatan dan nama-nama kecamatannya tetap berpedoman
pada SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara No.
1100/1961 tertanggal 16 Agustus 1961, dengan luas wilayah 25.149 km2.
Perkembangan
dari segi Administratif Pemerintahan di Dati II Luwu, selain pemekaran
kecamatan, desa dan kelurahan juga ditetapkannya Dati II Luwu sebagai
salah satu Kota Administratip (KOTIP) berdasarkan SK Mendagri No.42/1986
tanggal 17 September 1986.Dengan
demikian secara Administratif Dati II Luwu terdiri dari satu Kota
Administratip, tiga Pembantu Bupati, 21 Kecamatan Definitif, 13
Kecamatan Perwakilan, 408 Desa Definitif, 52 Desa Persiapan dan
Kelurahan dengan luas wilayah berdasarkan data dari Subdit Tata Guna
Tanah Direktorat Agraria Propinsi Sulawesi Selatan adalah 17.791,43 km2
dan dikuatkan dengan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sulawesi
Selatan Nomor 124/III/1983 tanggal 9 Maret 1983 tentang penetapan luas
propinsi, kabupaten/kotamadya dan kecamatan dalam wilayah propinsi
Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan.Luas
Wilayah Propinsi Kabupaten/Kotamadya dan Kecamatan yang ada sekarang
sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan nyata di lapangan oleh karena
telah terjadi penyempurnaan batas wilayah antar propinsi di Sulawesi
Selatan, maka melalui kerjasama Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Propinsi Sul-Sel dan Topografi Kodam VII Wirabuana, Pemerintah
Propinsi Tingkat I Sulawesi Selatan telah berhasil menyusun data tentang
luasn wilayah propinsi, kabupaten/ kotamadya dan kecamatan di daerah
Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan dengan Surat Keputusan
Gubernur KDH Tk.I Sul-Sel Nomor : SK.164/IV/1994 tanggal 4 April 1994.
Total luas wilayah Kabupaten Luwu adalah 17.695,23 km2 dengan 21
kecamatan definitif dan 13 Kecamatan Pembantu.Pada
tahun 1999, saat awal bergulirnya Reformasi di seluruh wilayah Republik
Indonesia, dimana telah dikeluarkannya UU No.22 Tahun 1999, tentang
Pemerintahan di Daerah, dan mengubah mekanisme pemerintahan yang
mengarah pada Otonomi Daerah.Tepatnya
pada tanggal 10 Pebruari 1999, oleh DPRD Kabupaten Luwu mengeluarkan
Surat Keputusan Nomor 03/Kpts/DPRD/II/1999, tentang Usul dan Persetujuan
Pemekaran Wilayah Kabupaten Dati II Luwu yang dibagi menjadi dua
Wilayah Kabupaten dan selanjutnya Gubernur KDH Tk.I Sul-Sel
menindaklanjuti dengan Surat Keputusan No.136/776/OTODA tanggal 12
Pebruari 1999. Akhirnya pada tanggal 20 April 1999, terbentuklah
Kabupaten Luwu Utara ditetapkan dengan UU Republik Indonesia No.13
Tahun1999.Pemekaran Wilayah Kabupaten Dati II Luwu terbagi atas:
I.
Kabupaten Dati II Luwu dengan batas Saluampak Kec. Lamasi dengan batas
Kabupaten Wajo dan Kabupaten Tator, dari 16 kecamatan, yaitu:
- Kec.Lamasi
- Kec.Walenrang
- Kec.Pembantu Telluwanua
- Kec.Warautara
- Kec.Wara
- Kec.Pembantu Waraselatan
- Kec.Bua
- Kec.Pembantu Ponrang
- Kec.Bupon
- Kec.Bastem
- Kec. Pemb. Latimojong
- Kec.Bajo
- Kec.Belopa
- Kec.Suli
- Kec.Larompong
- Kec.Pembantu Larompongselatan
II.
Kabupaten Luwu Utara dengan batas Saluampak Kec. Sabbang sampai dengan
batas Propinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara, terdiri dari 19
Kecamatan, yaitu:
Kec. Sabbang
Kec. Pembantu Baebunta
Kec. Limbong
Kec. Pembantu Seko
Kec. Malangke
Kec. Malangkebarat
Kec. Masamba
Kec. Pembantu Mappedeceng
Kec. Pembantu Rampi
Kec. Sukamaju
Kec. Bone-bone
Kec. Pembantu Burau
Kec. Wotu Kec. Pembantu Tomoni
Kec. Mangkutana
Kec. Pembantu Angkona
Kec. Malili
Kec. Nuha
Kec. Pembantu Towuti III
Kota
Palopo adalah salah saatu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi
Selatan, Indonesia. Kota Palopo sebelumnya berstatus kota administratif
yang berlaku sejak 1986 berubah menjadi kota otonom sesuai dengan UU
Nomor 11 tahun 2002 tanggal 10 April 2002. Kota ini memiliki luass
wilayah 155,19 Km2 dan berpenduduk sejumlah 120.748 jiwa dan dengan
jumlah Kecamatan:
Kecamatan Bara
Kecamatan Cendana
Kecamatan Mungkajang
Kecamatan Telluwanua
Kecmatan Telluwarue
Kecamatan Wara
Kecamatan Wara Barat
Kecamaatan Wara Selatan
Kecamatan Wara Timur
Kecamatan Wara Utara IV.
Kabupaten
Luwu Timur adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi
Selatan, Indonesia. Kabupaten ini berasal dari pemekaran Kabupaten Luwu
Utara yang disahkan dengan UU Nomor 7 Tahun 2003 pada tanggal 25
Februari 2003. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 6.944,98 km2, dengan
Kecamatan masing-masing:Angkona Burau Malili Mangkutana Nuha Sorowako Tomoni Tomoni Utara Towuti Wotu Setelah
Pembagian Wilayah Kabupaten Luwu dari dua Kabupaten menjadi tiga
Kabupaten dan satu Kota, maka secara otomatis luas Wilayah Kabupaten ini
berkurang dengan Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Luwu
Timur dan Kota Palopo berdasarkan batas yang telah ditetapkan, yaitu:Luas Wilayah Kabupaten Luwu adalah 3.092,58 km2 Luas Wilayah Kabupaten Luwu Utara adalah 7.502,48 km2 Luas Wilayah Kota Palopo menjadi 155.19 km2. Luas Wilayah Kabupaten Luwu Timur menjadi 6.944,98 km2.