Letjen Andi Abdullah Bau Massepe (1929-1947) adalah putra dari Andi Mappanyukki (salah satu pahlawan Nasional dari Sulawesi Selatan) dan ibunya Besse Bulo (putri Raja Sidenreng) di daerah Massepe,Kabupaten Sidenreng Rappang. (Massepe dahulunya merupakan salah satu pusat kerajan Addatuang (kerajaan) Sidenreng.
Beliau adalah pewaris tahta dari dua kerajaan besar di Sulawesi Selatan yaitu Kerajaan Bone dan Gowa. Ia juga merupakan pewaris tahta dari lima kerajaan di
sebelah barat Danau Sidenrengyaitu Suppa, Allita, Sidenreng Rappang dan Sawito.
Bau Massepe
merupakan anak Raja dari Kerajaan Bone yakni Andi Mappanyukki yang juga seorang pejuang dari Sulawesi Selatan pada tanggal 10 November 2004 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendapat
penghargaan sebagai Pahlawan Nasional.
Semasa
hidupnya Bau Massepe tiga kali beristri, Istri yang pertama bernama Andi
Maccaya melahirkan putri bernama Andi Habibah,Istri yang kedua bernama Linge
Daeng Singara melahirkan seorang putra yang bernama Andi Ibrahim dan seorang
putri bernama Bau te’ne.
Pada tahun 1933 menikah
dengan Andi Soji Petta Kanje’ne yang kemudian dianugerahi putra-putri yang
masing-masing bernama:
Bau Kuneng,
Bau
Amessangeng,
Bau Dala
Uleng dan
Bau Fatimah.
Semasa
hidupnya pernah mengecap pendidikan formal pada Sekolah Rakyat selama 1 tahun
(1924), HIS (Hollands Inslander School (selesai 1932)
Jabatan/Keorganisasian
yang pernah dilakoni oleh Beliau anatara lain; Datu Suppa tahun 1940, Bunken
Kanrekan Pare-Pare, Ketua Organisasi SUDARA Pare-Pare, Ketua Pusat Keselamatan
Rakyat Penasehat Pemuda/Pandu Nasional Indonesia, Ketua Umum BPRI (Badan
Penunjang Republik Indonesia), Kordinator perjuangan bersenjata bagi pemuda
didaerah sekitar Pare-Pare
Andi
Abdullah Bau Massepe wafat ditembak oleh pasukan Mayor Raymond Westerling
-Korps Baret Merah Belanda- pada tanggal 2 Februari 1947 setelah ditahan selama 160 hari.
Wafat 10 hari sesudah konferensi Pacekke (tanggal 20 Januari 1947). Makam beliau dapat ditemukan di Taman
Makam Pahlawan kota Pare-Pare (110
kilometer utara Kota Makassar).
Beliau
diakui sebagai pejuang yang teguh pendirian dan berani berkorban demi tegaknya
NKRI. Hal ini diakui oleh Westerling yang
disampaikan kepada istrinya, A. Soji Petta Kanjenne, dia berkata; “suamimu
adalah jantan dan laki-laki pemberani. Ia bertanggung jawab atas semua
tindakannya, tidak mau mengorbankan orang lain demi kepentingan sendiri, sikap
jantan ini sangat saya hormati.”
Sumber : Wikipedia Indonesia